Senin, 01 September 2008

Uterus

Untuk mengingatmu
Barangkali tak perlu kubaca gugur daun di halaman
Melihat usia meranggas dari helai-helai rambutmu.
Juga angka kalender kamarku
Yang jatuh di telapak tanganmu.

Aku teringat saat malam sujud dalam gerimis
Pada setiap airmata perempuan
Yang menggadaikan mimpinya
Di pulau-pulau tanpa peta
Tanpa jaminan
Untuk kembali menganak-pinakan
Mimpi yang akan ditebusnya dengan doa dan airmata.

Tapi sudahlah,
Barangkali aku tak akan mengingat itu.

Sudah lama kubingkai tahun-tahun
Dalam fotomu.
Kurasakan bau bumbu di tanganmu
Adalah aroma surga yang pernah kukenal.
Aku ingin kau garuki punggungku yang gatal
Dan berpura-pura tidur di sampingmu.
Aku juga ingin memperlihatkan
Gambar harimau terbaruku.
Lalu katamu:
“Kamu mau menjadi harimau?”
Aku hanya tersenyum dan tak tahu.
Waktu itu,
Alangkah jujurnya senyummu.
Tapi malam ini kau garuki kesepianku
Dan kugambar wajahmu di sebidang kanvas puisi
Lalu waktu merampasnya
Di usiaku yang dewasa.

Bu, usia memang bukan patokan
Untuk menggadaikan kesetiaan
Sebab kematian adalah kehidupan yang lain.
Seperti katamu, segala yang dilahirkan
Pasti akan mengalami kematian
Dan setiap kematian
Akan mengalami kelahiran lain.

Di sini,
Ketika hari patah dalam nafasmu
Segala peristiwa diciptakan
Dari rahimmu yang suci.
Lalu kita diberangkatkan
Oleh kesakitan yang sama
Bersama tangis dan darah.

Sanggar Suto, 2007

Tidak ada komentar: