Senin, 01 September 2008

Surat Sederhana Buat Pak Presiden 2

Surat Sederhana Buat Pak Presiden 2

Mudah-mudahan bapak sudah baca
Surat saya yang pertama
Dengan santai dan tanpa gangguan apapun.

Awalnya kukira bapak bercanda
Menaikkan harga Bahan Bakar Minyak,
Tapi ternyata tidak.
Ah, pak,
Kita ini sedang bahaya
Jangan pula ditambah bebannya.

Maka ini kali kedua
Kutulis surat untukmu, pak
Ketika pancaroba menghinggapi bumi kita dan manusianya
Yang apabila sedikit saja bapak salah bicara
Maka akan dianggap gagal untuk selamanya.

Kita sudah melewati begitu panjang perjalanan
Berhenti di persimpangan
Dan tiba-tiba salah jalan
Yang semula kita anggap benar dalam kemungkinan.
Pak, kita tak mau bukan
Dianggap sebagai negeri yang lahir dari kesalahan sejarah?
Sungguh permulaan yang menyedihkan
Tapi tak apa,
Kalau pada akhirnya
Kita bahagia dan sentosa.

Tentu itu masih mimpi, pak
Sudah lama kita mendongeng dalam sejarah
Mendongeng untuk anak cucu bangsa
Mendongeng dalam tidur panjang bangsa
Mendongeng untuk masa depan bangsa
Mendongeng di dalam dongengan anak bangsa.
Lucu ya, pak
Seperti di negeri para kurcaci saja.

Pak, ternyata hari sudah malam
Tak terasa bangsa ini dikutuki sepi terus-menerus
Di tengah gaduh mayat-mayat bernyawa
Yang kekurangan air susu ibu-nya.

Pak, setujukah kalau dibilang
Bangsa ini hidup dalam kematiannya?
Bapak tak perlu menjawabnya sekarang
Tapi kalau boleh saya mohon,
Selambat-lambatnya minggu depan
Itupun kalau bapak tak sibuk.
Bolehkan, pak?
Kami ini cinta bapak
Karena itu kami ingatkan
Ketika ada hal yang dianggap merugikan
Dan tak ada kejelasan.
Inilah bukti cinta besar kami
Bukti kepercayaan kami
Maka tolong, jangan gadaikan kepercayaan kami
Kami sudah lelah di dalam ketidakjelasan ini.

Dan nampaknya,
Saya juga sudah mulai buntu
Untuk menjawab segala pertanyaan tolol
Di kepala saya.

Saya sudahi saja ya, pak?

Salam sayang dari saya.
:)

Bumi Negeri, 2008

Tidak ada komentar: